Skip to main content

Kita? Kalian? Mereka?

Embedded image permalink
Lihatlah, sebuah kota yang padat akan penduduk terlihat sangat kecil dalam sebuah gambar. Tidak terlihat satupun penghuni manusia dari ketinggian tempat pengambilan foto, tidak nampak satu batang hidungpun.

Amatilah segala lampu yang menyala. Mesin-mesin kendaraan yang berderu meninggalkan asap pekat. Kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang; ada yang ingin ke kiri dan ada yang ingin ke kanan. Manusia sudah memiliki tujuannya masing-masing. Mata saya melihat produk-produk hasil perkembangan zaman; bangunan tinggi, jalan tol, mobil, keinginan manusia untuk terus berpacu seiring berjalannya waktu.

Kita, manusia pencipta mahakarya-mahakarya tersebut, sibuk dengan dunia dan permasalahan masing-masing. Seorang wanita paruh baya bekerja di perusahaan ternama, seorang mahasiswa fokus kuliah untuk memperoleh gelar. Beberapa memilih berbisnis, dan yang lainnya berlari meraih cita-cita.

Saya adalah bagian sangat kecil dari gerombolan penuh kesibukan ini. Saya hanyalah seorang gadis kelahiran tahun 1996; seorang mahasiswi yang sibuk menempuh studi demi gelar akademis yang sudah hampir seumur hidup saya nantikan. Penantian saya terhadap kemapanan dapat tergolong besar; saya ingin berhenti bergantung dan merepotkan orang lain. Saya ingin hidup sebagai diri saya sendiri, tanpa peduli omongan-omongan yang menghakimi apapun yang saya lakukan.

Tempo hari, saya ke gereja dengan pikiran yang khusut. Padahal, tujuan utamanya adalah beribadah dan menenangkan perasaan. Astaga, saya membenci hal ini, hal itu, dan hampir semua hal. Saya tidak fokus mendengarkan kotbah pastor paroki yang sebetulnya dapat memberi pencerahan. Saya tidak khusyuk menghayati kunjungan saya ke rumah Tuhan tersebut.

Usai misa di gereja, saya berjalan kaki pulang ke rumah yang memang terletak tidak jauh dari sana. Sebelum ke rumah, saya, ayah, dan adik saya memang menyempatkan diri makan bersama terlebih dahulu di sebuah kafe. Menu masakannya beragam, mulai dari gaya barat hingga gaya timur.

'Mengapa sih, masalah saya banyak sekali'
'Haruskah hal-hal seperti ini terjadi pada saya?'

Saya makan dengan kenyang, walaupun sambil masih merengut. Cita rasa mie goreng kari pedas yang sebetulnya nikmat jadi terasa hambar akibat pikiran saya yang kemana-mana. Sebetulnya, percuma juga sendokan demi sendokan yang masuk di mulut saya. Pikiran saya tidak mensyukuri kenikmatan santapan yang saya dapat nikmati.

Usai melahap menu pesanan, saya pun mengambil langkah cepat menuju rumah. Keinginan saya sudah tertuju pada tugas kampus dan tanggung jawab-tanggung jawab lainnya. Untuk saya yang kurang cuek, hal-hal tersebut membebani pikiran dan hari-hari saya. Dalam perjalanan masuk ke lingkungan rumah, saya melewati sebuah portal yang diawasi oleh satpam-satpam yang selalu waspada. Mereka ramah dan tersenyum kepada setiap orang yang keluar-masuk, yang membuat saya mempersepsikan lingkungan rumah sebagai 'hangat'.

Semakin saya berjalan mendekati rumah, saya merasa semakin kesal. Keinginan saya saat itu adalah lari dari kenyataan, walaupun hanya ke dunia mimpi. Mengapa saya tidak kabur ke luar kota saja, ya?

'Meong!'

Saya menoleh, dan sepasang mata bulat mendongak memandang saya.

Embedded image permalink

Kucing bercorak hitam-putih tersebut memiliki luka pada wajahnya. Badannya kurus, telinganya lancip seperti antena. Di sisi lain, ia tetap mengeong merdu dan mengikuti langkah saya. Saya pun cukup terhibur dan memutuskan untuk mengambil foto dirinya.

'Betapa lucunya, kamu!'

Kemudian, saya melanjutkan kegiatan berjalan pulang tersebut dengan perasaan yang sedikit lebih baik. Dalam hati, saya berharap anak kucing tersebut sehat dan bisa sering bertemu dengan saya.

Keesokan harinya, saya memang masih merasa muak dengan segala permasalahan yang terjadi. Pada pagi hari yang cerah-namun-tidak-cerah tersebut, saya membeli makanan di luar kompleks lagi. Kali ini, tujuan saya adalah restoran yang berbeda dari kemarin. Saya menargetkan untuk membeli bakmi pangsit dengan minuman pelengkap es jeruknya. Ya, minuman dingin dan makanan panas mungkin dapat membuat saya merasa lebih lega.

Saya memang tidak terlalumemerhatikan sekeliling, namun pada akhirnya sebuah pemandangan miris menarik perhatian saya.

Embedded image permalink

Astaga, kamu masih berada di tempat yang sama dari kemarin!

Si mungil tersebut sempat menatapku kembali dengan pandangan pasrah. Kali ini, ia tidak sendirian. Ada dua kucing lain berukuran lebih mungil darinya menempel erat.

Ia, yang bertemu denganku kemarin, melingkupi kedua anak kucing mungil tersebut. Sesekali ia melihatku. Sungguh menyakitkan hati melihat kondisi mereka.

Badannya yang gemetar.
Luka di wajah yang semakin parah.
Ketidakmampuan ia untuk berdiri tegak.

Aku tak sanggup melihat keadaannya tersebut. Terburu-buru, aku segera pulang ke rumah dan mengambil botol air minum bekas dan plastik bekas tatakan cemilan di rumah. Aku tidak tahu kenapa aku bisa melakukannya dengan yakin, aku hanya tahu aku tidak tega melihat keadaan tersebut.

Tanpa berpikir panjang, aku kembali ke tempat itu. Jika dapat membantu mereka, aku ingin berusaha semaksimal mungkin. Aku punya hati, mereka tetaplah mahluk hidup yang kemarin menyapaku. Mereka sudah sedikit memperbaiki hariku kemarin; biarkan aku memberikan sedikit balasannya.

Embedded image permalink

Ketiga anak kucing tersebut sempat melihatku dan apa yang kulakukan, namun mereka tidak kuat bergerak dan tegak. Setelah mencolek, aku pun menyodorkan kotak berisi air minum  kepada mereka. Semuanya adalah yang tidak terpakai dari rumahku, air minum pun sudah bekas sekitar tiga hari yang lalu.

Berhubung aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan, aku pun kembali dan meninggalkan kotak air minum tersebut. Sebetulnya, aku ingin sekali menyentuh mereka dengan tanganku langsung. Sayang, aku tidak berani. Berharapan mereka akan meminumnya setelah cukup beristirahat, aku pun pergi sembari masih memikirkan mereka.

Anak kucing yang kemarin manis dan menggemaskan, kini menjadi lemah dan tak bisa berbuat apa-apa. Aku sedih; mengapa mereka? Kesalahan apa yang telah mereka perbuat sampai harus mengalami keadaan semengenaskan itu?

Kucing-kucing yang kutemui tersebut juga merupakan penghuni di kota ini. Ia tidak beda dari manusia, hanya saja ukurannya yang lebih kecil dan spesies yang berbeda secara biologis. Mereka berusaha mengeong ke sana ke mari mencari kasih sayang dan kepedulian, namun manusia sudah cukup pusing dengan urusan mereka sendiri.

Ya, hidup sudah cukup susah.

Mari kita berdiam dan merenung di kamar karena masalah-masalah yang akan dihadapi memerlukan solusi. Orang lain juga tidak memedulikan kita, cukuplah kita pusing dengan hal-hal yang kita sendiri hadapi.


Lihatlah, kota tersebut padat dan memiliki banyak penduduk. Zaman modern ini mengalami banyak kemajuan; teknologi-teknologi membantu tumbuhnya masyarakat yang mandiri. Kita tidak perlu bertemu langsung dengan kawan karena kita dapat mengontaknya dengan mudah melalui media sosial. Kita tidak perlu membaca buku karena semua informasi sudah tersedia di Internet. Praktis, bukan?

Penghuni yang berada disitu tidak nampak dari ketinggian sudut pandang saya. Namun, lihatlah; betapa banyaknya seruan, pikiran, perkataan dan interaksi yang terjadi. Semua yang tidak terlihat tersebut sesungguhnya ada. Kepintaran manusia boleh memburamkan elemen-elemen terkecil disitu, namun perlulah hati nurani yang melawan dan membatasinya sewajar mungkin.

Mana yang lebih penting, diri kita sendiri? Kalian, manusia lain? Ataukah mereka, hal-hal lain yang jauh lebih kecil dan sepele daripada itu?

Kita adalah diri kita sendiri sebagai individu, namun kita juga adalah diri kita sebagai bagian dari masyarakat. Setiap orang memiliki cara pikir yang berbeda; biarkan hati nurani masing-masing yang menjawabnya.

Comments

Popular posts from this blog

reviewlagu: untuk yang sedang memperjuangkan cinta

Halo, jadi kali ini aku ingin me- review lagu dari The Sam Willows . Band tersebut berasal dari Singapore, dan aku sudah jatuh hati semenjak pertama kali menonton cover mereka di Youtube . Lagu yang aku bahas kali ini berjudul For Love , dan sangat cocok untuk yang lagi mellow. Cocok nih buat nangis sendirian di kamar *loh* *ngelap ingus* :")   Too many people on board this train I gotta find my way around Too many voices in my head Gotta reach high turn it down Lagu ini diawali dengan suara-suara menenangkan, menciptakan suasana yang anehnya berdesir-desir kayak ombak di pantai. Bait pertama dinyanyikan oleh Benyamin Kheng, dan bercerita tentang seseorang yang kehilangan arah dan motivasi hidup. Kebimbangan yang menyebabkan seseorang sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Diceritakan dalam lirik tersebut, bahwa orang ini goyah karena banyaknya tuntutan dan dorongan orang lain. Aku mengerti sih, terkadang suara orang lain menjadi begitu keras hingga kita tidak bisa m...

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

Ai

Aku tahu ia selalu mampu membawa tawa, cukup dengan beberapa kedipan mata centilnya. Ampuh. Teman-teman kantorku selalu mencubit pipinya lembut setiap aku membawanya turut serta, bibir mereka tak pernah absen untuk menyunggingkan senyum lebar saat mereka bersama dengannya.   Aika, gadis mungil dan cantik kesayanganku dan Thio yang sudah empat tahun terakhir ini resmi keluar dari rahimku dan menjadi buah hati kami.. Sosoknya yang periang dan identik dengan tubuh langsing, rambut bob sebahu dan poni ratanya itu menjadi favorit keluarga besar untuk diajak foto bersama pada acara kumpul-kumpul. Celotehennya yang unik bin ajaib juga selalu kami nanti-nantikan. Bayangkan, Aika dapat tiba-tiba menggombal bagaikan anak baru gede jaman sekarang yang romantis namun lucu. Bagaimana kami bisa tidak sayang dengannya?   "Tisha..." suara berat Thio memecahkanku dari pikiran sendiri yang entah sudah berlangsung selama berapa lama.. T...