Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2016

Manjat tebing di Purwakarta, yuk!

Haiii, jadi pagi ini aku terbangun dengan kaki pegal dan keras. Bukan karena aku habis ngeronda, tapi karena kemarin harinya aku manjat tebing. Iya, bukan memanjati dinding di dalam hatimu kok (?) #masihpagi Awal mulanya aku bisa ikut pemanjatan tersebut itu karena ajakan teman-teman yang ikut Unit Kegiatan Mahasiswa pencinta alam di kampusku. Aku yang berhasil mendapatkan izin Mama setelah merengek-rengek menyebalkan pun langsung antusias. Kapan lagi bisa seru-seruan begini bareng teman-teman? azek Tempat tersebut bernama Tebing Parang , letaknya di Purwakarta. kalau dari Jakarta kemarin sih butuh waktu sekitar 3 jam untuk pergi. Perjalanan menggunakan busnya nggak seram kok, namun cukup berliku-liku. Agak mirip jalan ke Puncak, lho. Makanya, kalau saranku sih pagi-pagi makan dulu yah biar ada energi. Penampakan tebing Parang dari kejauhan  Sampai disana, kita bakal di sambut sama orang-orang yang udah bikin perjanjian pemanjatan sebelumnya. Sebelum naik dan bersiap

Kawan-kawan awan

Hai, hari ini aku suntuk. Sangat suntuk. Banyak hal yang membuat kesal, gemas, dan capek hati hari ini. ah, ya sudahlah. Aku pun tanpa pikir panjang membeli tiga bungkus biskuit dan lima potong risoles untuk menyelamatkan hari menyebalkanku. Saat itu, aku pulang kuliah dijemput oleh Mama, menggunakan si mobil putih yang sudah familiar sekali beberapa tahun terakhir ini. Sambil mengunyah biskuit, aku pun menyadari awan-awan yang terlihat kontras warnanya. Buru-buru kukeluarkan ponsel untuk kupakai fitur kameranya. Ternyata, lalu lintas macet dan aku pun dengan semangatnya mengambil foto dari banyak sudut pandang. Pada suatu detik, ada pemandangan awan yang bagus sekali namun ponselku sempat nge- hang dan momen itu terlewati. Percaya atau nggak, aku sempat nangis beneran saat menyadari posisi indah tersebut tidak dapat diabadikan begitu saja.  Maklumlah, cewek kalau lagi bete emang jadi emosian haha. Yasudah, saat si ponsel sudah benar aku pun mengambil foto yang lain.

Let's fictively meet: Sigmund Freud

Halo, berhubung aku memang sedang tertarik pada tokoh-tokoh psikologi dan tokoh-tokoh fenomenal lainnya, akhirnya aku membuat hal-hal seperti ini dengan imajinasiku.   Sekalian menyicil untuk membuat ringkasan, tetap dengan cara yang fun dan mudah untuk kuingat. Oh ya, data-datanya diambil dari catatan dan penjelasan dosen-dosen psikologiku dan buku cetak yang kami pakai. Silahkan di nikmati, karena tulisan ini memang untuk bersenang-senang! :-) ---     Suasana kafe di dalam mal tersebut ramai saat aku melewati pintu besarnya. Restoran bergaya tradisional ini didominasi warna ungu yang cukup mentereng. Aku merasa cocok dan merasa tenang, apalagi dengan bangku-bangku unik berkonsep trisula, sebuah tombak bermata tiga yang menjadi simbol dari bidang psikologi. Ilmu tentang mental dan perilaku tersebut sebetulnya memiliki banyak tokoh fenomenal.   Lalu, sosokku langsung berdiri dan menyalami seorang bapak gagah yang ternyata sudah datang duluan. Wajahnya serius dan ke

insecurities: tragedi rambut

Hei, Maaf ya akhir-akhir ini aku banyak pikiran sehingga terlalu sering menulis di blog. Entahlah, aku merasa lebih nyaman mencurahkan uneg-uneg disini dibandingkan curhat sama teman, walaupun itu pilihan yang oke juga. Namun sejujurnya, aku sendiri tidak tahu apa yang kugelisahkan. Jadi, sepertinya random . Oh, tadi aku berniat mencoba potongan rambut baru dan dimulai dari potong poni. Setelah kutimbang-timbang, ternyata poni rata belum pernah kukenakan. Singkat cerita, aku meminta tolong Mama untuk mengguntingkannya. Dan ternyata, saudara-saudara, aku terlihat aneh karena poninya kependekan dan mengingatkanku akan sebuah boneka daruma. Ya sudahlah, que sera sera . Apapun yang terjadi terjadilah :"D Ngomong-ngomong, aku sudah mengalami banyak masalah karena rambut. Namanya juga perempuan, pasti deh insecure sama bagian-bagian tubuhnya sendiri. Termasuk juga aku. Jadi pas masa-masa puber itu, sekitar masa SMP, rambutku ngembang kayak Toad, si jamur dalam game Mario Bro

mengalami keindahan si pohon yang sepele

Haloooo... Jadi, hari ini aku menggunakan mobil sebagai kendaraan untuk berpergian ke berbagai tempat. Tenang, tidak terjadi kecelakaan karena bukan aku yang menyetir. Duh, kapan ya aku bisa berani dan nggak panikan untuk mulai membawanya? Sepertinya masih akan butuh waktu lama, haha.  Selama perjalanan, rasanya jenuh sekali melihat macet dimana-mana. Manusia berlalu lalang, motor yang berebut untuk lewat, dan juga mobil-mobil lainnya yang berklakson tanpa ampun. Debu-debu di luar membuatku malas untuk membuka kaca. Aku tidak ingin terbatuk-batuk seperti nenek-nenek nggak ada gigi. Jadi, tutup kaca saja deh walaupun kurang mantap suasananya. Kemudian, aku melihat pohon dan dedaunan. cahaya lampu yang tertahan     Ternyata eh ternyata, mereka sedari tadi menemani perjalananku. Mereka rindang dan teduh, bahkan rela menutupi keseluruhan atap ruang terbuka tersebut. Cahaya lampu yang berusaha menorobos posisi sang daun terasa keren karena menciptakan siluet-siluet kemeraha

I'm dreaming of you and you don't even know

Tanpa sadar, setitik air mata tidak berhasil bertahan setelah mereka membalikkan badannya. Lelaki itu menggandeng Rena, sahabat sejak sekolah dasarku. Mereka berdua tersenyum, Rena terlihat cantik dengan lesung pipinya yang muncul saat Leo memberikan sekuntum bunga beberapa waktu sebelumnya. Keduanya berpelukkan pada senja yang tidak panas tersebut sembari menatap   keindahan langit yang ingin menyambut sang rembulan. Warna kemerahan yang mengelilingi kami menciptakan siluet-siluet hitam yang luar biasa cantik. Pada saat yang bersamaan, aku hanya bisa mengacungkan jempol pada Leo. Cowok berpostur tinggi tersebut menganggukkan kepalanya, berterima kasih atas aku yang bersedia menjadi mak comblang selama beberapa bulan terakhir ini. Tidak, aku tahu aku tidak boleh cemburu begini. Restoran di tepi gunung tersebut sepi dan tenang. Aku, si cewek kutu buku yang sedang berusaha kerja part time, duduk mojok sendirian dengan seragam restoran yang didominasi warna biru. Aku pun teringat pad

Percakapan sang gedung dan langit

Sore tersebut tidak cerah, namun tidak terlalu terik pula. Hawa-hawa mendung yang mulai melingkupi keseluruhan area tersebut terasa sangat terabaikan. Orang-orang berseliweran dengan motor dan mobil. Padatnya lalu lintas di perempatan jalan menjadikan tempat tersebut bising dan sumpek. Tak lupa pula terdapat kendaraan-kendaraan umum seperti bajaj dan bahkan odong-odong yang mengikuti emosi akibat panas dan rasa capek. Di atas keramaian tersebut, terdapat si Gedung dan si Langit yang seperti biasa rutin bercakap-cakap dan menikmati kebersamaan mereka. Gedung : Duh, betapa sibuknya kegiatan hari ini! Banyak sekali orang berlalu lalang, tak lupa mereka mengenakan gawainya masing-masing. Hiruk pikuk penuh teknologi. Langit : Ya, dasar manusia-manusia kecil itu. Aku terkadang lelah melihat mereka. Gedung : Sebetulnya, aku tak mengerti mengapa kamu selalu sebal dengan manusia, Ngit. Mereka semua menjadikan pergantian warnamu tontonan. Mereka mengagumimu! Langit : Aku tahu, kok.

Tipe-tipe jomblo di hari valentine

Halo! Hari ini hari apa ya, 14 Febuari 2016? Mungkin hari aku harus keramas, atau hari belanja mingguan? Sepertinya aku melupakan sesuatu yang penting, hmm. Oh, ternyata yang betul adalah hari valentine . Selamat hari kasih sayang, semuanya! Ngomong-ngomong, sadarkah kita kalau valentine itu identik sekali dengan pasangan yang penuh cinta? Biasanya sih sang cowok yang diwajibkan menyenangkan ceweknya, entah dengan ucapan romantis ataupun kado-kado simpel namun spesial. Duh duh, sweet sekali ya. Maklumlah, cinta itu juga salah satu bentuk dari kasih sayang. Pasti deh, kita bakal melihat warna pink dan jualan coklat dimana-mana. Para floris pun sedang sibuk-sibuknya merangkai bunga mengingat omset penjualan yang meningkat. Betul sih, cewek macam apa ya yang nggak meleleh dikasih perhatian ekstra dengan hadiah? Nah, dari tadi kan aku membicarakan mahluk-mahluk yang berpacaran. Namun, nasib para jomblo yang masih atau sudah terlalu lama sendiri bagaimana ya? Akankah mereka

Berlari dalam Harmoni- BAB V~ Terus Berlari

Orang-orang yang berkerumun di pintu gerbang mendadak saling menikung penuh energy saat pintu raksasa tersebut dibuka. Para penjaga yang sudah siap didalam memeriksa tiket setiap orang untuk memastikan tidak ada kecurangan dalam pelaksanaan konser musik klasik tersebut. Aku dan Carlos ikut menyodorkan tiket yang diberikan Gino kemarin harinya secara gratis. Aku sudah memaksa untuk membayar, namun Gino keras kepala dan menganggapnya sebagai dukungan untuk dirinya. Biar nggak terlalu gugup, katanya. Padahal kalau aku jadi dia, aku akan tambah nervous jika dilihat oleh orang-orang yang kukenal. Namun sekali lagi, aku tahu Gino berbeda dan aku cukup menyukai perbedaan tersebut. Ups. Sore itu sebetulnya menjadi panas dikarenakan ramainya orang-orang, namun aku tetap berusaha menikmati angin sepoi-sepoi. Tubuhku yang dibalut oleh kaos berlengan panjang berwarna merah muda cukup merasa adem, dan sebetulnya deg-degan juga. Perasaanku yang malang kini menjadi makin tidak karuan mengingat a

'Bertanya dan menjawab'-ku

    Hujan turun dengan begitu antusiasnya saat aku mengetik ini. Entah mengapa, aku terdorong membuka laptopku dan berdialog dengan diriku ini. Menceritakan hal-hal yang terpikirkan namun tidak tersusun dalam kata. Suasana hati juga pas, ia selaras dengan pikiranku. Tumben sekali karena biasanya mereka berdua berkonflik melulu. Baiklah, apa yang sedang diriku pikirkan saat ini? Yuk, kita mulai wawancaranya. Catatan wawancara antara Hanna dengan Hanna. Q: Kenapa sih kamu jadi ambil psikologi? A: Karena topik yang sangat menarik dan menantang , dan suka juga dengan cara belajar membaca buku. Q: Adakah alasan mendalam saat benar-benar memutuskan terjun ke dalam perkuliahan psikologi? A: Ada inspirasi tentang betapa indahnya berkarya lewat orang lain . Seorang psikolog yang berhasil membuat seorang calon pemimpin percaya diri, sangat berjasa baginya dan berkarya lewat orang yang ditolong pula. Q: Tapi, kamu sendiri kan belum 'benar' dan 'stabil'? A: Nah itu

menyambut '20'

aku memang belum layak menyandang '20' sebagai usia. sifatku masih kekanak-kanakan, dan masih cengeng pula. sempat aku bertanya, secepat inikah aku harus menyambut '20' yang tadinya terasa jauh.. pertanyaan lebih lanjutnya adalah, sudah pantaskah? rasa malu seringkali muncul pada saat aku mengintrospeksi diri. aku yang '19' masih sering menyalahkan keadaan, dan bahkan orang lain. diriku ini manja dan belum bisa disebut dewasa, tidak pantas sama sekali. bahkan, sampai sekarang. dan hari ini, '20' telah menendangnya pergi. ia membuang semua citra negatif yang lama, dan memberi waktu lagi untuk mengubahnya. hari ini adalah dibukanya lembaran baru, anggap saja mirip dengan teori Tabula Rasanya si John Locke. 365 lembaran kosong baru sudah terbuka lebar, siap untuk diisi dengan hal-hal baik maupun buruk. tinggal diriku saja yang harus pandai-pandai belajar dari setiap kejadiannya. walaupun sedikit khawatir, aku tetap bersyukur aku bisa bertemu dengan '