Skip to main content

Percakapan sang gedung dan langit



Sore tersebut tidak cerah, namun tidak terlalu terik pula. Hawa-hawa mendung yang mulai melingkupi keseluruhan area tersebut terasa sangat terabaikan. Orang-orang berseliweran dengan motor dan mobil. Padatnya lalu lintas di perempatan jalan menjadikan tempat tersebut bising dan sumpek. Tak lupa pula terdapat kendaraan-kendaraan umum seperti bajaj dan bahkan odong-odong yang mengikuti emosi akibat panas dan rasa capek. Di atas keramaian tersebut, terdapat si Gedung dan si Langit yang seperti biasa rutin bercakap-cakap dan menikmati kebersamaan mereka.

Gedung: Duh, betapa sibuknya kegiatan hari ini! Banyak sekali orang berlalu lalang, tak lupa mereka mengenakan gawainya masing-masing. Hiruk pikuk penuh teknologi.

Langit: Ya, dasar manusia-manusia kecil itu. Aku terkadang lelah melihat mereka.

Gedung: Sebetulnya, aku tak mengerti mengapa kamu selalu sebal dengan manusia, Ngit. Mereka semua menjadikan pergantian warnamu tontonan. Mereka mengagumimu!

Langit: Aku tahu, kok. Sudah terlalu sering aku menyempil dalam foto-foto mereka. Mulai dari foto selfie, foto kelas, foto yearbook anak sekolahan, bahkan aku juga selalu hadir dalam foto-foto iklan apartemen. Lucu, bukan?

Gedung: Lalu mengapa kau sengit sekali dengan manusia, Ngit?

Langit: Entahlah, aku merasa mereka menjadi semakin sombong akhir-akhir ini. Kerjaan mereka saat macet marah-marah dan teriak melulu, bikin orang-orang di sekitarnya sakit kepala. Tin-tinan nggak karuan di mobil padahal nggak bawa perubahan apapun selain bikin orang tambah kesal.

Gedung: Wah, tapi memang begitulah tujuan diciptakannya klakson? Sepertinya kamu yang terlalu kuno, Ngit.

Langit: Memangnya tujuan awalnya klakson apa toh, Dung? Aku merasa menjadi lupa tujuan teknologi tersebut untuk mengingatkan kendaraan lain untuk berhati-hati. Kini, bunyi yang bikin sakit kepala malah dijadikan ajang panas-panasan emosi.

Gedung: Itu karena kamu melihat di jalanan saja. Kalau di dalamku nih, bangunan yang ber-AC dan dingin tersebut, mereka tidak berteriak-teriak. Apalagi kalau dalam dunia pekerjaan di kantor-kantor, tenang sekali manusia-manusia tersebut.

Langit: Sayangnya, aku tidak bisa melihat ke dalammu. Semen dindingmu tebal sekali, Dung! Sejujurnya, aku ingin sekali melihat suasana damai di dalammu. Mungkin kau perlu tahu kalau aku iri sekali denganmu, yang nggak perlu sakit telinga setiap hari.

Gedung: Namun orang-orang saat berada didalamku ini tidak lebih baik dari di tempatmu, Ngit. Mereka memang tidak teriak-teriak, namun diam. Hening sama sekali tanpa adanya kebersamaan. Tidak bias santai dan rileks sama sekali! Terkadang, aku menganggap orang yang saling teriak-teriak di kemacetan di bawahmu itu lebih baik.

Langit: Masa sih? Teriak-teriak itu bikin pusing loh, apalagi panas-panas. Aku sampai ikut gerah mendengarkan makian kebun binatang mereka satu sama lain. Pusing banget, Dung!

Gedung: Aku tidak tahu mana yang lebih baik, Ngit. Saling berteriak-teriak namun tetap berkomunikasi atau diam dan hening tanpa pertengkaran, namun juga tanpa keakraban sama sekali.

Langit: Kau tahu, Dung? Aku sudah terlalu jenuh dipenuhi dengan polusi udara. Mana layang-layang yang dulu menghiasiku? Kini sudah berganti dengan banner-banner dan iklan rokok, pula. Dan manusia-manusia yang masih saling mengeluarkan kata-kata makian tersebut, astaga. Aku ingin sekali bertukar posisi denganmu! Capek aku mendengar mereka, Dung!

Gedung: Ngit, aku juga ingin bertukar posisi denganmu dan merasakan suasana baru yang penuh interaksi. Kamu kira aku nggak bosan diam terus, Ngit? Bagaimana ini, apakah manusia-manusia ini memang sudah tidak bisa tersenyum normal lagi?

Langit: Kita saling mengiri dan mengagumi, Dung. Entah sampai kapan hal ini akan berakhir, namun mari kita berharap kita bisa mensyukuri keadaan masing-masing dan tidak mengiri.

Gedung: Ya, Ngit. Semoga manusia-manusia itu juga segera bias mengubah diri dan memberi kita berdua harapan. Sungguh, aku ingin sekali melihat keinginanku menjadi nyata. Kau tahu, Ngit, sebetulnya aku berekspektasi tinggi pada mereka.

Akhirnya, hari menjadi semakin larut. Langit biru muda segera berganti menjadi warna biru tua, membuat si Gedung dan si Langit menghentikan sementara percakapan mereka. Keduanya berpikir keras, tanpa terdengar orang-orang di bawah sedikitpun.

Ternyata eh ternyata, si pengendara motor yang sedari tadi mengomel akibat macet mulai tenang, dan mobil pun mulai saling mengalah hingga perempatan jalan yang tadinya berhenti total tersebut kini mulai bergerak. Lebih okenya lagi, pengendara motor tersebut dengan hati-hati membiarkan mobil di sebelahnya lewat terlebih dahulu.

Beberapa orang terlihat keluar dari gedung perkantoran sambil memakan pisang goreng dan berbagi cerita tentang betapa lucunya ketelodoran dirinya sendiri saat melupakan kunci mobil. Bahkan, si wanita di sebelahnya tertawa saat diperlihatkan gambar lucu dari ponselnya. Mereka berdua tidak lupa untuk tersenyum pada satpam yang membukakan pintu untuk mereka, membuat sang penjaga keamanan tersebut merasa lega dan nyaman di hari pertamanya bekerja. Ia dari tadi sebetulnya merasa deg-degan.

Si Gedung dan si Langit memang belum berbicara lagi, namun aku sempat melihat mereka saling tersenyum penuh arti.

Comments

Popular posts from this blog

reviewlagu: untuk yang sedang memperjuangkan cinta

Halo, jadi kali ini aku ingin me- review lagu dari The Sam Willows . Band tersebut berasal dari Singapore, dan aku sudah jatuh hati semenjak pertama kali menonton cover mereka di Youtube . Lagu yang aku bahas kali ini berjudul For Love , dan sangat cocok untuk yang lagi mellow. Cocok nih buat nangis sendirian di kamar *loh* *ngelap ingus* :")   Too many people on board this train I gotta find my way around Too many voices in my head Gotta reach high turn it down Lagu ini diawali dengan suara-suara menenangkan, menciptakan suasana yang anehnya berdesir-desir kayak ombak di pantai. Bait pertama dinyanyikan oleh Benyamin Kheng, dan bercerita tentang seseorang yang kehilangan arah dan motivasi hidup. Kebimbangan yang menyebabkan seseorang sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Diceritakan dalam lirik tersebut, bahwa orang ini goyah karena banyaknya tuntutan dan dorongan orang lain. Aku mengerti sih, terkadang suara orang lain menjadi begitu keras hingga kita tidak bisa m...

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

Ai

Aku tahu ia selalu mampu membawa tawa, cukup dengan beberapa kedipan mata centilnya. Ampuh. Teman-teman kantorku selalu mencubit pipinya lembut setiap aku membawanya turut serta, bibir mereka tak pernah absen untuk menyunggingkan senyum lebar saat mereka bersama dengannya.   Aika, gadis mungil dan cantik kesayanganku dan Thio yang sudah empat tahun terakhir ini resmi keluar dari rahimku dan menjadi buah hati kami.. Sosoknya yang periang dan identik dengan tubuh langsing, rambut bob sebahu dan poni ratanya itu menjadi favorit keluarga besar untuk diajak foto bersama pada acara kumpul-kumpul. Celotehennya yang unik bin ajaib juga selalu kami nanti-nantikan. Bayangkan, Aika dapat tiba-tiba menggombal bagaikan anak baru gede jaman sekarang yang romantis namun lucu. Bagaimana kami bisa tidak sayang dengannya?   "Tisha..." suara berat Thio memecahkanku dari pikiran sendiri yang entah sudah berlangsung selama berapa lama.. T...