Skip to main content

Review Film: Passengers



Sumber gambar: link

Apa yang akan kamu rasakan apabila situasi memaksamu untuk tinggal seumur hidup di dalam sebuah kapal luar angkasa? Barangkali, panik dan frustrasi. Kemudian, mencari jalan keluar dari keadaan tersebut tentunya merupakan sebuah tantangan tersendiri. Kondisi inilah yang diangkat menjadi permasalahan dalam sebuah film berjudul ‘Passengers’. Film ber-genre science fiction ini rilis pada tahun 2016 dan sutradarai oleh Justin Kurzel.

Sebuah perusahaan bernama Homestead memberangkatkan ribuan manusia dari bumi ke sebuah planet lainnya, yakni Homestead 2. Mereka berpindah planet dengan menggunakan sebuah kapal yang kaya akan fasilitas bernama Avalon. Perjalanan migrasi tersebut membutuhkan waktu selama 120 tahun. Selama waktu yang lama tersebut, seluruh awak dan penumpang ditidurkan dalam sebuah kapsul. Rencana awalnya adalah bahwa para awak akan dibangunkan lima bulan sebelum sampai ke Homestead 2. Sementara, ribuan penumpang yang ada akan dibangunkan 4 bulan sebelum Avalon mendarat untuk mempersiapkan diri mebentuk peradaban baru.

Jim Preston (Chris Pratt) adalah seorang montir yang terbangun dari kapsul tidur secara lebih cepat. Betapa terkejutnya Jim saat ia tahu bahwa perjalanan menuju Homestead 2 masih akan berlanjut selama 90 tahun.  Saat itu, pria tersebut mengetahui bahwa ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dalam kapal Avalon tersebut. Lebih parahnya lagi, sendirian. Ia berkeliling di kapal Avalon dan berusaha mencari bantuan. Selama proses berkeliling tersebut, ia bertemu dengan sebuah android bernama Arthur (Michael Sheen). Robot yang memiliki wujud seorang pria ramah tersebut adalah pelayan dalam bar yang ada dalam kapal Avalon. Ialah yang menjadi tempat Arthur berkeluh kesah. Selama setahun, Jim berusaha menerima takdirnya dan menggunakan semua fasilitas hiburan dalam kapal luar angkasa tersebut. Jim sudah mencoba area menari, area bermain basket, bahkan hingga area berjalan-jalan di luar angkasa. Sayangnya, semua fasilitas hiburan tersebut tidak bisa menghilangkan rasa kesepian Jim. Ia membutuhkan teman, seorang manusia yang hidup dan memiliki perasaan sama seperti dirinya.

Pada masa-masa Jim merasa terpukul, ia menemukan seorang wanita cantik yang tertidur dalam kapsul. Perempuan berambut pirang tersebut adalah seorang penulis bernama Aurora Lane (Jennifer Lawrence).  Jim mencari tahu semua informasi tentang diri Aurora melalui database yang ada dalam kapal Avalon tersebut. Semakin Jim mencari tahu tentang Aurora, semakin bertumbuhnya rasa tertarik Jim kepadanya. Singkat cerita, Jim jatuh cinta pada Aurora yang belum pernah dikenalnya. Kemudian, sebuah ide muncul dalam benak Jim. Ia mengambil sebuah buku manual dari rak buku panduan dan menemukan cara untuk mengaktifkan kapsul Aurora. Dengan kata lain, apabila Jim melakukannya, ia akan dapat berkenalan dengan wanita pujaan hatinya. Selain itu, Jim tidak perlu menghabiskan sisa hidupnya sendirian. Ia tahu betul ia akan membuat Aurora ikut terjebak bersamanya dalam Kapal Avalon tersebut seumur hidup. Setelah risau dan berusaha melupakan ide yang menurutnya salah tersebut, Jim akhirnya menyerah. Ia membangunkan Aurora dari kapsul tidurnya. Saat itu, keduanya belum tahu bahwa sesungguhnya Kapal Avalon sudah rusak dan akan segera meledak apabila tidak ditangani.

Film ‘Passengers’ memiliki banyak kelebihan yang membuatnya unik. Pertama, aktris dan aktor yang membintangi cukup menjiwai peran mereka masing-masing. Chemistry mereka terlihat natural dan konflik-konflik yang ada dalam cerita ini bisa menyampaikan emosi kepada penonton. Selain itu, tokoh yang sedikit membuat alur cerita lebih mudah dipahami.  Kelebihan film ‘Passengers’ lainnya adalah bahwa efek-efek komputer yang ditampilkan terlihat natural.  Film ini cocok untuk para penggemar tontonan dengan tema luar angkasa dan petualangan.

Bagaimana kelanjutan hubungan Jim dan Aurora? Selain itu, apakah mereka akan selamat dari kapal yang sudah rusak? Silahkan temukan jawabannya dan puaskan rasa penasaran kamu dengan menyaksikan film ini secara langsung.

 

Comments

Popular posts from this blog

reviewlagu: untuk yang sedang memperjuangkan cinta

Halo, jadi kali ini aku ingin me- review lagu dari The Sam Willows . Band tersebut berasal dari Singapore, dan aku sudah jatuh hati semenjak pertama kali menonton cover mereka di Youtube . Lagu yang aku bahas kali ini berjudul For Love , dan sangat cocok untuk yang lagi mellow. Cocok nih buat nangis sendirian di kamar *loh* *ngelap ingus* :")   Too many people on board this train I gotta find my way around Too many voices in my head Gotta reach high turn it down Lagu ini diawali dengan suara-suara menenangkan, menciptakan suasana yang anehnya berdesir-desir kayak ombak di pantai. Bait pertama dinyanyikan oleh Benyamin Kheng, dan bercerita tentang seseorang yang kehilangan arah dan motivasi hidup. Kebimbangan yang menyebabkan seseorang sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Diceritakan dalam lirik tersebut, bahwa orang ini goyah karena banyaknya tuntutan dan dorongan orang lain. Aku mengerti sih, terkadang suara orang lain menjadi begitu keras hingga kita tidak bisa m...

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

Ai

Aku tahu ia selalu mampu membawa tawa, cukup dengan beberapa kedipan mata centilnya. Ampuh. Teman-teman kantorku selalu mencubit pipinya lembut setiap aku membawanya turut serta, bibir mereka tak pernah absen untuk menyunggingkan senyum lebar saat mereka bersama dengannya.   Aika, gadis mungil dan cantik kesayanganku dan Thio yang sudah empat tahun terakhir ini resmi keluar dari rahimku dan menjadi buah hati kami.. Sosoknya yang periang dan identik dengan tubuh langsing, rambut bob sebahu dan poni ratanya itu menjadi favorit keluarga besar untuk diajak foto bersama pada acara kumpul-kumpul. Celotehennya yang unik bin ajaib juga selalu kami nanti-nantikan. Bayangkan, Aika dapat tiba-tiba menggombal bagaikan anak baru gede jaman sekarang yang romantis namun lucu. Bagaimana kami bisa tidak sayang dengannya?   "Tisha..." suara berat Thio memecahkanku dari pikiran sendiri yang entah sudah berlangsung selama berapa lama.. T...