Skip to main content

Dear, Me (and You)

    
    

Pernahkah kamu mengecewakan dirimu sendiri, sahabat?

Perasaan benci dan ketidakberanian yang begitu mengurungmu dalam sebuah sangkar baja, tidak memberimu kebebasan sejati. 

Tidak, bukan saja merampas kebebasan, tetapi mereka jugalah yang menghentikan laju langkahmu. Keduanya membuatmu berjalan di tempat, berhenti, atau bahkan lebih parahnya lagi; berjalan ke belakang. 

Sebetulnya, kamu juga harus menganalisa sebab dari penyiksaan diri tersebut. Sebuah ‘ekskresi’ yang harus dikeluarkan tanpa perlu diraih kembali.

Bagaikan sang pangeran katak yang menanti kecupan sang putri, pegharapan yang terlalu tinggi bisa saja mencukai hatimu.

Kemungkinan sebuah harapan hanyalah dua, entah itu akan membuat pipimu bersemu, ataulah ia akan memilukan hati cantikmu.

 Jadi, kita tidak perlu melakukan yang terbaik?

Bukan, aku tidak berkata demikian.

Kenalilah potensi dan segala pesonamu. Menurutku, tidaklah perlu kita menyesali segala sesuatu yang telah diusahakan jiwa dan raga.

Terlihat beberapa orang-orang yang berambut halus, pandai bersenda gurau, ahli ilmu fisika dan juga menari. Jika dirangkum dalam satu kata, sempurna.

Adilkah? Perlukah kita menyesali dan meratapi diri kita sendiri?

Pertanyaannya lagi, memangnya kamu yakin kalau mereka ‘sempurna’?

Seperti kata sebuah perumpamaan, hidup itu bagaikan sebuah roda yang berputar tanpa henti.

Dalam fase-fase tertentu, roda tersebut akan berada diatas; ia berada pada suatu kejayaan yang membuatnya lupa waktu. Pada saat dia ingin terus melaju, ia secara tajam terperosok kebawah; menciumi lantai yang kasar dan menyakitkan. Untuk kembali naik dan pergi dari bebannya, ia harus memaksa dirinya berputar kembali, seberat apapun tenaga yang dibutuhkan.

Hidup teman-teman, kerabat atau bahkan saudara yang menumbuhkan bibit-bibit dengki tidaklah semulus yang kamu kira.

Hal yang mungkin saja membedakan mereka dan kamu, adalah ‘topeng’ yang mereka gunakan. Hal itu tidak buruk, ada saatnya kita harus memakai ‘topeng’ dan bersikap profesional. Ada saatnya kita melepaskannya sejenak dan mengeluarkan segala seluk-beluk dalam perasaanmu.

Kamulah yang bisa menolong dirimu sendiri.

Jadi, perlukah kita meraung dan menyesali segala ketidakbisaan kita?

Tidak. Janganlah dibiarkan, berhentilah!

Berhenti, dan kasihanilah dirimu dan hatimu. Jika kamu tidak bisa melakukannya demi dirimu, lakukanlah demi orang-orang yang menyayangimu. Mereka yang ingin melihatmu bahagia dan maju, mereka yang ingin kisah hidupmu membentuk senyuman banyak orang.

Kamu kuat dan bahagia. Karena kamu hebat, kamu pasti bisa meraih kebebasan sejati yang melepaskanmu dari ‘jerat tikus’.

Salam hangat dan berjuta-juta pelukan untukmu!

Dirimu sendiri yang sedang membaca tulisan ini.

Comments

Popular posts from this blog

Wicked always wins!

Hi semuanya! Wah, sudah lama sekali ya aku tidak mem- post di blog ini, sudah berdebu mungkin yah saking sudah lamanya tidak digunakan. Semoga keadaan kamu baik-baik saja, ya. Dalam tulisan kali ini, aku ingin melakukan review terhadap suatu aksi teater di Broadway yang legendaris sekali dan masih kugandrungi sampai sekarang. Hayo, sudah terpikirkan kah? Aku kasih clue , deh. Berkaitan dengan penyihir, warna hijau, monyet terbang... Ya, Wicked ! Aksi teater ini pertama dilaksanakan pada tahun 2003, dengan tokoh utama yaitu Glinda (Kristin Chenoweth) dan Elphaba (Idina Menzel). Wah, kalau yang main setingkat Kristin Chenoweth dan Idina Menzel, pastinya sudah tidak perlu diragukan lagi yah kualitas musikalnya. Glinda dan Elphaba adalah siswa baru di Shiz University, sebuah tempat belajar bagi penyihir-penyihir muda di Oz. Glinda digambarkan sebagai sosok gadis berambut pirang yang sangat populer di kalangan teman-temannya, sementara Elphaba adalah gadis kikuk, idealis, dan ditakuti se...

'Stranded' in The Netherlands

Hoi allemaal! Hoe gaat het met jou? Getting through something new or being that 'new thing' itself is never easy. How eyes look at us as something different might be hard to be unnoticed, and how people treat us differently, might as well be difficult. The Netherlands, well known as the land of the tulips, is something very far far away from my mind. I lived in Indonesia as a little toddler, all I thought was playing, sleeping, screaming, singing and dancing. Having the chance to live and study there, never ever crossed my mind before. Destiny cannot be denied. One day, my dad was asked to live there for a couple of years. First, it was very hard having a long distance father-and-daughter relationship. We went chatting through video chat, and I, as his little girl, always talked to him everything I thought of. We usually have the night prayer together through the video chat, and it was very rough that times. Years flied away; and afterwards, my dad invi...