Skip to main content

puisi cinta ala mahasiswa stres



Kata orang-orang sih, sistem syaraf pusat adalah otak dan tulang belakang
Tapi, pusat dari hati kok kamu ya?
 
Kamu itu..
bagaikan arousal yang merusak keseluruhan limbic system-ku
khususnya di amygdala, segala emosi menjadi bercampur tak karuan
Kamu membawa materi-materi berupa cinta ke sistem syarafku, sama seperti si cerebrospinal fluid
Superior colliculi terkadang dipersulit olehmu, karena pandangan mata menjadi tidak bisa fokus
Selalu ingin menengok ke arahmu kemanapun kamu pergi
Selain itu, kamu juga memekakan inferior colliculi
Suaramu selalu kucari, dimanapun itu terdengarnya
 
Kau membuat hipothalamus-ku meledak-ledak, sadarkah kamu?
Banyak drive dalam hipothalamus itu yang ingin kulakukan, entah itu mencubitmu, memelukmu
Dasar, kau juga merusak pineal gland-ku, ia jadi tidak bisa membuatku tidur karena terbayang-bayang senyummu kemarin
Akhirnya, aku pun melakukan circuit formation dan berusaha berfungsi untuk menargetkan diri padamu
Aku pun mengalami homeostatis bersamamu, cairan tubuhku, hatiku, dan masa depanku terasa stabil bersamamu
 
Kau meningkatkan hormone serotoninku, kau membuatku bisa tertawa lepas
Kau jugalah yang menurunkan dopamine dan gamma aminobutyric acid-ku, aku pun jadi bisa mengontrol agresi
Otak frontal kiriku jadi semakin aktif karena banyaknya emosi positif saat berada dalam pelukanmu
Aku merasakan banyak kupu-kupu dalam perut saat bersamamu
Epinephrine dan norepinephrine pun membuat syaraf autonomik simpatetikku berfungsi
Oh ya, kau tidak tahu rasanya?
jantung berdebar keras, pupil melebar, kulit berkeringat, dan bahkan pencernaanku jadi melambat karenamu
 
Pancaranmu seolah bisa menembus tiga lapisan meninges di otakku
Dan kau mampu memasuki bagian terdalam dari otak, melewati bagian kiri dan bagian kanan melalui corpus callosum
Bahkan, blood-brain barrier yang bertugas menghalangi toxic masuk ke otak pun kau tembus
dasar kau, toxic yang nakal
Aku tidak memiliki tolerance sama sekai, karena aku sudah menjadikan matamu sebagai sebuah candu
Aku tidak bisa mentolerir sehari saja tanpa melihatmu
 
Kau memiliki efek analgelnik, hypnotic, dan euphoria padaku
Kau menghilangkan sakit-sakit dari masa lalu, kau membuatku terbang jauh ke dalam mimpi indah bersamamu, kau membuat hati ini berdetak kencang ditemani pipi yang merona
 
Bagaikan motor neuron, kau sanggup memerintahkan dari otakku ke kakiku melangkah mengejarmu
Dan bagaikan sensori neuron, kau bsa memasukkan sugesti ke otakku melalui sentuhan lembut tanganmu
Kau membuat prefrontal cortexku agak kacau, aku selalu tidak bisa memutuskan dan merencanakan mana yang terbaik karena grogi
bersamamu atau tanpamu, aku selalu memikirkanmu
 
Tapi, kamu itu bagaikan aversive treatment
Setiap dirasakan, malah menyakiti
Terkadang juga malah memberi efek withdrawal, rasanya diri ini teradiksi olehmu dan sakit kalau melupakanmu sehari saja
Biarkan hati ini melakukan detoxification, biarkan ia membersihkan dirinya sendiri dari hal-hal negatif
Sudah saatnya aku melakukan circuit pruning, aku harus mengeliminasi koneksi-koneksi yang tidak diperlukan
Aku juga harus menjadikan learned taste aversion sebagai pemanduku, ia harus membantuku menghindari perasaan-perasaan darimu agar tidak sakit lagi
Seandainya saja aku bisa memiliki congengintal insensitivity to pain
Pasti akan indah kalau aku tidak merasakan sakitnya kesedihan
 
 
-----
 
salam dari mahasiswa psikologi yang kamis akan ujian pelajaran neuropsikologi. Wish me luck! :")

Comments

Popular posts from this blog

Wicked always wins!

Hi semuanya! Wah, sudah lama sekali ya aku tidak mem- post di blog ini, sudah berdebu mungkin yah saking sudah lamanya tidak digunakan. Semoga keadaan kamu baik-baik saja, ya. Dalam tulisan kali ini, aku ingin melakukan review terhadap suatu aksi teater di Broadway yang legendaris sekali dan masih kugandrungi sampai sekarang. Hayo, sudah terpikirkan kah? Aku kasih clue , deh. Berkaitan dengan penyihir, warna hijau, monyet terbang... Ya, Wicked ! Aksi teater ini pertama dilaksanakan pada tahun 2003, dengan tokoh utama yaitu Glinda (Kristin Chenoweth) dan Elphaba (Idina Menzel). Wah, kalau yang main setingkat Kristin Chenoweth dan Idina Menzel, pastinya sudah tidak perlu diragukan lagi yah kualitas musikalnya. Glinda dan Elphaba adalah siswa baru di Shiz University, sebuah tempat belajar bagi penyihir-penyihir muda di Oz. Glinda digambarkan sebagai sosok gadis berambut pirang yang sangat populer di kalangan teman-temannya, sementara Elphaba adalah gadis kikuk, idealis, dan ditakuti se...

Dear, Me (and You)

          Pernahkah kamu mengecewakan dirimu sendiri, sahabat? Perasaan benci dan ketidakberanian yang begitu mengurungmu dalam sebuah sangkar baja, tidak memberimu kebebasan sejati.  Tidak, bukan saja merampas kebebasan, tetapi mereka jugalah yang menghentikan laju langkahmu. Keduanya membuatmu berjalan di tempat, berhenti, atau bahkan lebih parahnya lagi; berjalan ke belakang.  Sebetulnya, kamu juga harus menganalisa sebab dari penyiksaan diri tersebut. Sebuah ‘ekskresi’ yang harus dikeluarkan tanpa perlu diraih kembali. Bagaikan sang pangeran katak yang menanti kecupan sang putri, pegharapan yang terlalu tinggi bisa saja mencukai hatimu. Kemungkinan sebuah harapan hanyalah dua, entah itu akan membuat pipimu bersemu, ataulah ia akan memilukan hati cantikmu.  Jadi, kita tidak perlu melakukan yang terbaik? Bukan, aku tidak berkata demikian. Kenalilah potensi dan segala pesonamu. Menurutku, tida...

'Stranded' in The Netherlands

Hoi allemaal! Hoe gaat het met jou? Getting through something new or being that 'new thing' itself is never easy. How eyes look at us as something different might be hard to be unnoticed, and how people treat us differently, might as well be difficult. The Netherlands, well known as the land of the tulips, is something very far far away from my mind. I lived in Indonesia as a little toddler, all I thought was playing, sleeping, screaming, singing and dancing. Having the chance to live and study there, never ever crossed my mind before. Destiny cannot be denied. One day, my dad was asked to live there for a couple of years. First, it was very hard having a long distance father-and-daughter relationship. We went chatting through video chat, and I, as his little girl, always talked to him everything I thought of. We usually have the night prayer together through the video chat, and it was very rough that times. Years flied away; and afterwards, my dad invi...