Halo,
jadi tiba-tiba aku teringat pada masa-masa penderitaan saat menggunakan behel dulu pas SMP dan SMA. Setiap kontrol ke dokter gigi, rasanya menderita sekali karena gigi ngilu ditarik si kawat berwarna warni tersebut. Rasanya kayak mau loncat-loncat saking merinding dan sakitnya. Kadang malah suka kebangun di malam hari karena gigi lagi ngilu.
Apalagi kalau lagi mencetak gigi pakai lilin itu, beh, itu seperti 45 detik penderitaan hebat. Lilin tersebut punya rasa dan wangi-wangian mirip stoberi, namun rasanya aneh ketika ditekan ke mulut. Serasa pengen meronta-ronta dan teriak, apa salahku, apa salah ibuku? :")
Oh ya, ngomong-ngomong topik dokter gigi, aku dulu sebetulnya bercita-cita jadi dokter gigi loh. Mau tahu kenapa? Karena aku terinspirasi dan naksir sama dokter gigi muda ganteng yang pernah mengurus behelku. HAHAHA.
Beginilah kronologisnya.
Pas SMP, aku takut banget pas mau di behel. Malah, sebetulnya aku nggak mau. Cuman Papa dan Mamaku memaksa, katanya takut giginya malah merusak mulut. Lebih rapi dan lebih baik kalau dipagerin, eh di kawat.
Pertama kali, aku mengontrol di dokter gigi di kompleks rumahku. Disitu ia bilang memang sudah sewajarnya kalau gigiku yang ada ginsul dan berantakan itu di behel. Tapi aku tetap tidak mau. Si bapak dokter itu menyarankan untuk kembali kalau misalnya memang sudah setuju untuk dibehel. Tapi dasar aku, aku tidak mau karena takut dengan sakit dan ngilu. Biarlah gigiku berantakan, asal jangan jadi sakit.
Beberapa bulan kemudian, aku kontrol gigi lagi tapi di klinik yang berbeda. Saat aku masuk ke dalam, gigiku harus di cek dulu berapa yang perlu dicabut dan dipertahankan. Pertamanya, aku memang berniat untuk menolak di behel lagi. Aku takut sakit dan malas merawatnya, tahu. Masih berpegang teguh pada prinsip, lebih baik gigi berantakan daripada merasakan sakit.
Kemudian, sesuatu mengubah segalanya.
Seorang dokter muda yang tinggi dan memiliki mata tajam masuk ke klinik tersebut. Ia memintaku untuk membuka mulut dan ia pun mulai mengotak-atik gigiku dengan alat-alat berbahan metal yang dingin dan keras. Matanya fokus kepada gigiku, sementara aku... jangan di tanya.
Dokternya ganteng dan keren, bo. Aku pun memerhatikan kekerenan dan pesona si dokter gigi ganteng ini.
Memang aku yang dulu anak SMP labil, aku pun langsung merengek sama Mama dan Papa agar di kawatkan di klinik itu saja. Alasannya? Simpel aja, biar aku bisa sering-sering mengagumi si dokter gigi ganteng dari kejauhan.
Akhirnya, aku fix pake kawat dan kontrol selama 3 tahun disana, dan kalau lagi beruntung bisa mendapat pemandangan indah juga disitu. Si dokter gigi ganteng kadang-kadang nongol di klinik, dan suka menasihatiku tentang cara merawat gigi yang benar. Dia bagaikan kakak ganteng yang sayangnya nggak bisa digebet. Sementara, aku yang masih SMP hanya bisa galau dan excited setiap mau kontrol gigi.
Percaya nggak sih, aku sampai dandan-dandan setiap mau kontrol kawat gigi. ._.
Karena ia keren dan baik, seperti prince charming, akhirnya aku pun terinspirasi untuk menjadi dokter gigi juga. Waktu itu aku sempat tes kedokteran gigi di universitas swasta, dan lolos seleksi pada tahap pertama. Tahap pertama adalah menyeleksi murid melalui materi-materi pelajaran seperti biologi, matematika, Inggris... Wuih, aku senang dan bangga banget waktu itu. Aku mulai berharap banyak pada cita-citaku itu.
Ternyata eh ternyata, ada tes kedua bagi yang lolos tahap pertama. Psikotes.
Tes tersebut menyeleksi melalui kemampuan belajar, daya tahan, kemampuan membayangkan, yah seperti tes IQ. Dan ternyata lagi, aku gagal di tes psikotes ini. Sempat kesal juga sih, kenapa aku gagal pada daya tahan dan kawan-kawannya.
Kalau kata Mamaku sih, mungkin karena aku memang belum mantap dan stabil mentalnya. Yah, mudah goyah gitu deh.
Akhirnya aku pun harus mengucapkan selamat tinggal pada cita-cita dokter gigi, dan good bye juga pada si dokter ganteng karena aku tidak perlu mengontrol kawat gigi lagi.
Ternyata, hal-hal simpel efeknya bisa dalam juga ya.
Kesimpulannya, dokter gigi ganteng bisa membawa pasien-pasien ABG labil untuk berkontrol disitu, dan menambah pasien dan penghasilan. Jadi, jika ingin mempekerjakan karyawan, pilihlah yang ganteng (?) #ngawur #digampar
Oke deh, dadah! *senyum tanpa behel*
jadi tiba-tiba aku teringat pada masa-masa penderitaan saat menggunakan behel dulu pas SMP dan SMA. Setiap kontrol ke dokter gigi, rasanya menderita sekali karena gigi ngilu ditarik si kawat berwarna warni tersebut. Rasanya kayak mau loncat-loncat saking merinding dan sakitnya. Kadang malah suka kebangun di malam hari karena gigi lagi ngilu.
Apalagi kalau lagi mencetak gigi pakai lilin itu, beh, itu seperti 45 detik penderitaan hebat. Lilin tersebut punya rasa dan wangi-wangian mirip stoberi, namun rasanya aneh ketika ditekan ke mulut. Serasa pengen meronta-ronta dan teriak, apa salahku, apa salah ibuku? :")
Oh ya, ngomong-ngomong topik dokter gigi, aku dulu sebetulnya bercita-cita jadi dokter gigi loh. Mau tahu kenapa? Karena aku terinspirasi dan naksir sama dokter gigi muda ganteng yang pernah mengurus behelku. HAHAHA.
Beginilah kronologisnya.
Pas SMP, aku takut banget pas mau di behel. Malah, sebetulnya aku nggak mau. Cuman Papa dan Mamaku memaksa, katanya takut giginya malah merusak mulut. Lebih rapi dan lebih baik kalau di
Pertama kali, aku mengontrol di dokter gigi di kompleks rumahku. Disitu ia bilang memang sudah sewajarnya kalau gigiku yang ada ginsul dan berantakan itu di behel. Tapi aku tetap tidak mau. Si bapak dokter itu menyarankan untuk kembali kalau misalnya memang sudah setuju untuk dibehel. Tapi dasar aku, aku tidak mau karena takut dengan sakit dan ngilu. Biarlah gigiku berantakan, asal jangan jadi sakit.
Beberapa bulan kemudian, aku kontrol gigi lagi tapi di klinik yang berbeda. Saat aku masuk ke dalam, gigiku harus di cek dulu berapa yang perlu dicabut dan dipertahankan. Pertamanya, aku memang berniat untuk menolak di behel lagi. Aku takut sakit dan malas merawatnya, tahu. Masih berpegang teguh pada prinsip, lebih baik gigi berantakan daripada merasakan sakit.
Kemudian, sesuatu mengubah segalanya.
Seorang dokter muda yang tinggi dan memiliki mata tajam masuk ke klinik tersebut. Ia memintaku untuk membuka mulut dan ia pun mulai mengotak-atik gigiku dengan alat-alat berbahan metal yang dingin dan keras. Matanya fokus kepada gigiku, sementara aku... jangan di tanya.
Dokternya ganteng dan keren, bo. Aku pun memerhatikan kekerenan dan pesona si dokter gigi ganteng ini.
Memang aku yang dulu anak SMP labil, aku pun langsung merengek sama Mama dan Papa agar di kawatkan di klinik itu saja. Alasannya? Simpel aja, biar aku bisa sering-sering mengagumi si dokter gigi ganteng dari kejauhan.
Akhirnya, aku fix pake kawat dan kontrol selama 3 tahun disana, dan kalau lagi beruntung bisa mendapat pemandangan indah juga disitu. Si dokter gigi ganteng kadang-kadang nongol di klinik, dan suka menasihatiku tentang cara merawat gigi yang benar. Dia bagaikan kakak ganteng yang sayangnya nggak bisa digebet. Sementara, aku yang masih SMP hanya bisa galau dan excited setiap mau kontrol gigi.
Percaya nggak sih, aku sampai dandan-dandan setiap mau kontrol kawat gigi. ._.
Karena ia keren dan baik, seperti prince charming, akhirnya aku pun terinspirasi untuk menjadi dokter gigi juga. Waktu itu aku sempat tes kedokteran gigi di universitas swasta, dan lolos seleksi pada tahap pertama. Tahap pertama adalah menyeleksi murid melalui materi-materi pelajaran seperti biologi, matematika, Inggris... Wuih, aku senang dan bangga banget waktu itu. Aku mulai berharap banyak pada cita-citaku itu.
Ternyata eh ternyata, ada tes kedua bagi yang lolos tahap pertama. Psikotes.
Tes tersebut menyeleksi melalui kemampuan belajar, daya tahan, kemampuan membayangkan, yah seperti tes IQ. Dan ternyata lagi, aku gagal di tes psikotes ini. Sempat kesal juga sih, kenapa aku gagal pada daya tahan dan kawan-kawannya.
Kalau kata Mamaku sih, mungkin karena aku memang belum mantap dan stabil mentalnya. Yah, mudah goyah gitu deh.
Akhirnya aku pun harus mengucapkan selamat tinggal pada cita-cita dokter gigi, dan good bye juga pada si dokter ganteng karena aku tidak perlu mengontrol kawat gigi lagi.
Ternyata, hal-hal simpel efeknya bisa dalam juga ya.
Kesimpulannya, dokter gigi ganteng bisa membawa pasien-pasien ABG labil untuk berkontrol disitu, dan menambah pasien dan penghasilan. Jadi, jika ingin mempekerjakan karyawan, pilihlah yang ganteng (?) #ngawur #digampar
Oke deh, dadah! *senyum tanpa behel*
Comments
Post a Comment