Kau memberikan senyuman mautmu.
Percayalah padaku, ujarmu. Yakinlah padaku, ujarmu. Terima kasih, ujarku. Kau menyalakan lilin yang mulai redup. Kau jugalah yang membuka cakrawala menjadi terang.
Kau tahu, ujarmu. Aku senang denganmu. Aku bahagia memilikimu, Miya.
Kau memberikan senyuman nakalmu.
Bukankah kita memang ditakdirkan bersama, ujarmu. Bagaimana jika tidak, tanyaku.
Bukankah kita memang ditakdirkan bersama, ujarmu. Bagaimana jika tidak, tanyaku.
Kilat pada sore gelap itu menggelegar keras. Hujan yang sedari tadi menemani aku dan kau membesar. Ia hujan yang sedari tadi hadir. Ia jugalah yang sedari tidak disadari.
Kau mendekapku erat. Mengapa kau mempertanyakan yang tidak perlu dipertanyakan, kau berbisik. Kita akan selalu mempunyai pertanyaan tidak terjawab, bisikmu. Baiklah, lirihku. Aku tidak akan memusingkannya.
"Kau rasakan angin dalam ruang?", tanyamu. Aku mengangguk, menikmati sensasi sepoi-sepoi. Kau mengurangi jarak fisik kita. Ruangan yang dingin seketika menjadi hangat.
Lagi-lagi, kau berikan senyuman yang menjadi kesayanganku. "Kau rasakan waktu yang kita alami?", tanyamu. Aku mengangguk senang. Kau memegang tanganku panas.
"Miya, kau menyayangiku?", tanyamu. Aku mengangguk yakin. Aku akan merelakan apapun untukmu, ucapku pelan.
Kau mulai mengusap bibirku. Wajahku bersemu kemerahan.
Kau tidak akan menjauh, bukan. Aku menggeleng. Usapannya lembut namun kasar. Aku menyukainya, pikirku.
Kau memberikan senyum yang kutakuti. Aku mendorongmu menjauh. Tidak, aku tidak mau.
Apa yang kamu lakukan, tanyamu. Aku menggeleng. Aku tidak tahu.
Hening.
Miya milikku, ujarmu. Aku tidak bisa, ujarmu. Kita memiliki terlalu banyak pertanyaan tak terjawab.
Benarkah, tanyaku. Mengapa kita mempertanyakan pertanyaan yang tak perlu dijawab, tanyaku.
Kau memberikan senyum penuh kemenanganmu. Karena ternyata aku harus menemui jawabannya, jawabmu.
Jadi, kau tak bahagia denganku?
"Siapa bilang, Miya." kau menjawab yakin. Hanya saja, ujarmu, kau lihat dia disana? Ia indah dan rupawan. Aku lebih bahagia jika berhasil menemukan jawaban itu. Mungkin dia memiliki kunci pertanyaanku. Bagaimana mengenai takdir, tanyaku.
Kau menggeleng. Kita tidak selalu mendapatkan yang kita mau, ujarmu. Namun jika berusaha, kita akan mendapatkan apa yang kita perlukan.
Kau tahu, ujarmu. Aku senang denganmu. Aku bahagia memilikimu, Miya. Petir berhenti menggelegar. Hujan tidak setuju dan terus menari di depan ruangan.
Aku mengangguk pelan. Baiklah, ujarku.
Kau juga akan mendapatkan jawabanmu, ujarmu.
Kau memberikan senyuman legamu. Kau pergi dan mengembalikan lilin redup dan cakrawala gelapku.
Baiklah, ujarku.
Iyakah, tanyaku.
Iyakah, tanyaku.
Comments
Post a Comment