Skip to main content

Dilema sharing is caring

Halo,


Diunduh dari link


Kita pasti pernah membantu dan dibantu, entah urusannya besar atau kecil. Membantu teman mengerjakan tugas, dibantu dicarikan gebetan buat dikecengin.. Pokoknya manusia itu mahluk sosial dan nggak bisa sendiri banget, deh. Kita (sebagai manusia) tentunya butuh diperhatikan dan memerhatikan. Dalam buku The Philosophy of Person: Solidarity and Cultural Creativity, disebutkan bahwa manusia dimengerti sebagai homo sociologicus; manusia melakukan aktivitas dengan mengharapkan future returns. Kita membantu dan kita berharap untuk dibantu.

 

"Eh, gue boleh minta kunci jawaban tugas kuliah nggak?"
"Coy, tolongin gue anter ke mall di daerah sebrang dong."

Sampai sejauh mana bantu-membantu itu dapat ditolerir? Ternyata eh ternyata, membantu bukanlah hal yang selalu mudah untuk dilakukan.

Jika kita membantu orang lain namun ternyata hal itu malah merugikan kita, tentunya hal itu sudah tidak wajar lagi. Apalagi jika upaya membantu kita merugikan orang-orang terdekat yang tadinya tidak ada kaitannya.

Contohnya, orang tua yang menjadi khawatir karena kita menjadi sibuk. Atau tugas-tugas kita yang menjadi terabaikan karena prioritas utama kita adalah orang lain. Aku sering banget dikasih tahu untuk tidak terlalu baik pada orang lain karena belum tentu orang tersebut mau berbuat hal yang sama sebaliknya. Wah, kita harus mikir-mikir dulu nih sebelum melakukan pengorbanan membantu orang lain.

Jadi, sebaiknya bagaimana ya?

Menurutku nih ya, kita harus pintar-pintar menetapkan batas. Sedari awal orang lain meminta kita membantu, kita harus udah netapin garis batas atau borderline-nya. Kalau ternyata orang lain itu kelewatan, kita harus belajar berani menolak.

"Sori, untuk kali ini gue nggak bisa bantu."

Jangan pelit untuk berbagi kebaikan, tapi ketahuilah sejauh mana batas yang wajar untuk ditetapkan. Kalau ragu, tanyakan dilemamu pada orang terdekat yang lebih berpengalaman dengan hidup ini. Jangan tidak membantu sama sekali juga, lho. Aku nggak bilang kalau kita lebih baik apatis dan nggak peduli pada orang lain yang meminta bantuan. Kalau nanti kita lagi kesusahan dan orang lain cuek pada kita, bagaimana?

You know what's best for you, so set your limits wisely.

Comments

Popular posts from this blog

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

'Stranded' in The Netherlands

Hoi allemaal! Hoe gaat het met jou? Getting through something new or being that 'new thing' itself is never easy. How eyes look at us as something different might be hard to be unnoticed, and how people treat us differently, might as well be difficult. The Netherlands, well known as the land of the tulips, is something very far far away from my mind. I lived in Indonesia as a little toddler, all I thought was playing, sleeping, screaming, singing and dancing. Having the chance to live and study there, never ever crossed my mind before. Destiny cannot be denied. One day, my dad was asked to live there for a couple of years. First, it was very hard having a long distance father-and-daughter relationship. We went chatting through video chat, and I, as his little girl, always talked to him everything I thought of. We usually have the night prayer together through the video chat, and it was very rough that times. Years flied away; and afterwards, my dad invi...

Dear, Me (and You)

          Pernahkah kamu mengecewakan dirimu sendiri, sahabat? Perasaan benci dan ketidakberanian yang begitu mengurungmu dalam sebuah sangkar baja, tidak memberimu kebebasan sejati.  Tidak, bukan saja merampas kebebasan, tetapi mereka jugalah yang menghentikan laju langkahmu. Keduanya membuatmu berjalan di tempat, berhenti, atau bahkan lebih parahnya lagi; berjalan ke belakang.  Sebetulnya, kamu juga harus menganalisa sebab dari penyiksaan diri tersebut. Sebuah ‘ekskresi’ yang harus dikeluarkan tanpa perlu diraih kembali. Bagaikan sang pangeran katak yang menanti kecupan sang putri, pegharapan yang terlalu tinggi bisa saja mencukai hatimu. Kemungkinan sebuah harapan hanyalah dua, entah itu akan membuat pipimu bersemu, ataulah ia akan memilukan hati cantikmu.  Jadi, kita tidak perlu melakukan yang terbaik? Bukan, aku tidak berkata demikian. Kenalilah potensi dan segala pesonamu. Menurutku, tida...