Skip to main content

Untitled (unfinished story)

*TIDAK SELESAI DAN MENGGANTUNG :")*
ditulis 11 Maret 2013



Aku merasakan matahari yang mulai menampakan sinarnya melalui celah jendela kamarku. Burung-burung berkicau seolah-olah mereka tengah berusaha membangunkanku. Dari kejauhan terdengar suara ayam yang berkokok, menandakan pagi yang telah tiba. Aku mendesah pelan. Hari yang baru telah menunggu untuk kuhadapi. Namun entah mengapa rasanya berat sekali untuk membuka kembali kedua mataku. Rasanya aku ingin tidur selamanya saja. Aku sesungguhnya tidak ingin terbangun lagi.

“Kak Mit.” Seseorang memanggilku ketika aku tengah berusaha melanjutkan mimpiku. Kurasakan sepasang tangan mungil menguncang-guncang tubuh yang masih dilapisi selimutku. Aku diam dan tak bergeming.

“Kak Mit!” suara tersebut mengeyel. Uh, mengganggu saja. Aku masih ngantuk tahu.

“KAK MITA!” kali ini ia menjerit dengan volume melewati batas maksimal tepat disebelah telingaku. Aku pun spontan membuka mataku lebar-lebar dan melotot ke arah sumber suara tersebut. Aku mendecak marah sembari menenangkan jantungku yang berdetak kencang. Bikin kaget saja!

“Apaan sih!” ujarku akhirnya sambil mengusap pelan kedua telinga malangku. Kuharap indra pendengaranku tersebut tidak mengalami kerusakan apapun karena diperdengarkan volume yang terlalu keras.

“Bangun dong Kak.”

Risa, sumber kegaduhan pagi ini tersenyum lebar memamerkan gigi-gigi mungilnya. Adikku yang baru berumur enam tahun tersebut berdiri disamping ranjangku dan tampak bersemangat sekali. Walaupun ia terlihat sangat manis dengan gaun merah-muda mungilnya, tentu saja hal tersebut tidak mengurangi kekesalanku karena di”bangunkan” olehnya.

Aku melirik handphoneku yang terletak di sebuah meja mungil yang berdiri kokoh disebelahku. Ku selidiki tulisan yang tercantum di layar blackberry putih tersebut.

05.05

“Risa, ini masih jam lima. Kenapa kamu bangunin Kakak?” ocehku padanya. Rupanya aku tidak bisa menutupi kekesalanku. Aku sedikit tidak terima dibangunkan sepagi ini. Padahal kan aku bisa tidur setengah jam lagi. Ya, perbedaan waktu di pagi hari terutama saat kita tengah mengantuk sangat berarti, bukan?

“Ayo, ke ruang tamu Kak.” Rengek Risa manja. Ia meraih tanganku dan berusaha menariknya. Usahanya menggiringku kurang berhasil. Kurasa ini dikarenakan badan dan tenagaku yang jauh lebih besar dari Risa. Namun rupanya ia pantang menyerah dan ia terus berusaha menyeret aku yang telah berumur 17 tahun ini.

“Kakak masih ngantuk, Risa.” Ujarku pelan sembari berusaha melepaskan diri dari Risa. Aku masih merasa ngantuk dan lelah. Yah, salahku sendiri sih kemarin bermain game sampai larut malam. Game tersebut membuatku ketagihan. Akibatnya, kini aku kurang tidur. Kurasa kantung mataku juga telah menghitam bagaikan panda. Satu hal yang pasti, aku sedang tidak ingin bangun sepagi ini.­­­
Risa cemberut. Ia menatapku memelas dan meraih tanganku.

“Ayo dong Kak.” Ia masih berusaha membujukku. Hah, dia kira aku bakal luluh padanya? Kurasa hal itu tak akan terjadi. Yah, sebenarnya mungkin saja sih. Bagaimana pun Risa merupakan adik yang kusayangi.

“Ada apa Risa?” tanyaku setelah menguap beberapa kali. Rasa kantukku masih belum hilang juga. Risa kembali menarik tanganku. Kali ini aku menurutinya dan berjalan patuh dibelakangnya.
Betapa terkejutnya aku saat tiba diruang tamu. Mama tengah menyiapkan meja yang kini tampak penuh dengan berbagai macam makanan. Balon-balon berwarna-warni bertebaran dimana-mana. Hiasan dan manik-manik pun di temple di berbagai sudut. Spagheti, roti bakar, pizza dan sebuah kue tart yang harum dan tampak lezat telah siap sedia. Tunggu, kue tart? Aku pun penasaran dan melihat tulisan berwarna merah yang tertulis indah dengan huruf sambung diatas kue berbentuk kotak tersebut.

Selamat Ulang Tahun, Papa

Astaga, bagaimana aku bisa melupakannya? Mukaku memerah. Aku malu kepada diriku yang bahkan tidak ingat ulang tahun ayah sendiri.

“Risa tadi bantuin Mama niup balon.” Ujar Risa sembari tertawa lebar. “Balonnya bagus kan, Kak?”
Aku mengangguk pelan dan hatikupun dipenuhi rasa bersalah karena tadi sempat kesal pada gadis mungil yang lucu ini.

“Mita, bantuin Mama menyiapkan makanan yang lain, yah?” ujar sesosok  wanita yang masih tampak anggun di usianya yang sudah kepala lima itu. Blouse ungu yang dikenakannya menambahkan pesona pada dirinya. Tak heran dulu Papa jatuh hati kepada Mama. Ia memiliki senyum yang manis dan menawan.

“Siap Ma.” Ujarnya tersenyum walaupun masih sedikit ngantuk. Aku segera mencuci mukaku dan bergegas membantu Mama. Sesekali Risa menyanyikan lagu mengiringi kami yang sibuk bekerja. Mama dan aku berpandangan kemudian kami berdua tertawa kecil.

Aku pun sibuk menggoreng bakmi goreng yang telah disiapkan Mama. Aku yakin bakmi yang kumasak akan menjadi lezat.

“Hati-hati, Mit.” Pesan Mama padaku. Aku pun mengacungkan jempolku dan mengangguk pelan. Aku pun mulai menumis bawang putih dan bawang merah hingga harum. Tak lupa kutambahkan daging ayam dan telur. Aku pun sangat menikmati harum yang dihasilkan masakanku itu. Perutku tambah lapar dibuatnya.

Tak lupa kutambahkan bahan-bahan lain seperti kecap manis, garam, gula, merica dan air secukupnya. Aku pun sangat menikmati acara memasak ini. Kantukku sudah hilang dan kini aku segar sekali walaupun belum sempat mandi. Aku pun bernyanyi pelan.

Woke up on the right side of the bed
What's up with this Prince song inside my head?
Hands up if you're down to get down tonight
Cuz it's always a good time
.
(Owl City & Carly Rae Jepsen, Good Time)

Aku pun terus bersenandung. Memasak adalah salah satu hobi favoritku, walaupun aku belum bisa memasak yang sulit-sulit. Aku suka membuat nasi goreng, ayam goreng..

“Kak Mita!” sebelum aku tersadar apa yang telah terjadi, tiba-tiba panci tempatku menggoreng terjatuh ke samping. Dengan sigap aku mencoba menangkapnya. Namun malang tak dapat ditolak, bakmi goreng yang hamper jadi tersebut berhamburan ke lantai. Aku menatapnya dengan pandangan kosong.

“Mita! Kamu enggak apa-apa, sayang?” Mama berlari kearahku dan memeriksa diriku. Untuknya aku tidak terluka sedikitpun.

“A-Aku enggak apa-apa, Ma.” Ujarku terbata-bata, masih meratapi mie yang jatuh ke lantai tersebut. Setetes air mata pun jatuh mengaliri pipiku. Aku pasti telah mengacaukan kejutan di pagi ini.

“Enggak apa-apa, sayang. Yang penting kamu nya tidak apa-apa.” mama menenangkanku sembari membereskan kekacauan yang disebabkan olehku. Aku pun ikut membantu Mama membereskan mie-mie yang berhamburan dilantai. Aku mengepel lantai tersebut hingga bersih.

“Maaf yah Ma. Lagi-lagi aku membawa kesialan.” Bisikku pada Mama dikala kami sudah membersihkan semuanya. Aku menunduk. Mama menatapku tajam.

“Hush, jangan berbicara seperti itu tentang dirimu. Mama sayang Mita. Mita tadi tidak sengaja.” Ujar mama meraih tanganku. Risa yang sedari tadi terdiam juga menghampiri kami.

“Kak Mita jangan sedih. Nanti Risa bantuin masak lagi deh.” Gadis mungil tersebut tersenyum memamerkan lesung pipi manis di kedua pipinya. Aku pun memeluk Risa dan Mama erat. Cukup dramatis, memang.

“Ehem.”

Kami menoleh kea rah sumber suara. Papa berdiri di depan dapur sambil nyengir lebar. “Papa enggak diajak nih?”

Risa pun segera berlari kea rah Papa dan mengulurkan tangannya. Papa dengan satu gerakan menggendongnya dan tak lupa ia menciumi kedua pipinya.

Mama pun menyenggol lenganku. Aku juga berlari kea rah Papa.

“Happy birthday to you, happy birthday to you!” aku dan Mama bernyanyi pelan, diikuti oleh Risa juga. Kami semua bertepuk tangan.

“Happy birthday, happy birthday. Happy birthday Papa!”

Kami tertawa. Aku sangat senang dengan suasana bahagia seperti ini. Kuharap perasaan sukacita ini akan terus berlanjut. Tiba-tiba jam dinding kami berbunyi sebuah lagu instrumental yang indah. Aku pun terkejut mengetahui ini sudah pukul 06.00. Aku pun segera mandi dan bergegas pamit ke sekolah. Aku tak mau telat di hari pertama semester kedua ini. Aku sudah kapok dihukum oleh guru piket dijemur dilapangan 2 jam pelajaran penuh. Mengingatnya membuatku kesal lagi. Aku segera dengan cepat melangkahkan kakiku kesekolah yang dekat rumahku tersebut.

“Mita, kamu belum sarapan!” seru Papa cemas. Ia menatapku khawatir. “Ayo makan dulu.”

“Nanti saja Pa, Mita sudah telat. Mita pamit!” ujarku tanpa menoleh lagi.


Papa pasti juga akan mengantarkan Risa yang berbeda sekolah denganku. Sekolah Risa tidak terlalu dekat dengan sekolah sehingga Papa harus mengantarnya naik mobil. Aku yang harus berjalan kaki terkadang iri juga sih. Ah, aku harus cepat kalau tidak mau terlambat!

Comments

Popular posts from this blog

Manado, kota yang penuh kesan

Haloo, jadi sebetulnya ini adalah tulisan yang tertunda. Aku tidak bisa menuliskan trip secara detail karena aku sempat malas menulis dan kini saat berhasil mendapatkan mood , aku malah lupa-lupa ingat. :") Maafkan saya. Aku sempat mengunjungi Manado beberapa waktu yang lalu (secara mendadak dan menyenangkan) dan akan mengulasnya sebisaku pada tulisan ini. C heck these points out ! 1. Kita dapat dengan mudah melihat keindahan laut dan pegunungan di kota Manado Pemandangan unik kombinasi laut dan gunung di Manado. Pegunungan ini terlihat dari sebuah pantai. Pantainya sendiri saja sudah indah, bagaimana kalau dikombinasi dengan view gunung? Mantap! Hati jadi ikutan adem. Indah sekali, bukan? Aku menginap di sebuah hotel yang ternyata memiliki pantai. Tempat tersebut sangat indah untuk berfoto-foto, tak lupa aku pun numpang eksis di sana. Maklumlah, mumpung background fotonya keren. I heart you. 2. Di kota Manado banyak spot indah untuk berfoto dengan m

insecurities: tragedi rambut

Hei, Maaf ya akhir-akhir ini aku banyak pikiran sehingga terlalu sering menulis di blog. Entahlah, aku merasa lebih nyaman mencurahkan uneg-uneg disini dibandingkan curhat sama teman, walaupun itu pilihan yang oke juga. Namun sejujurnya, aku sendiri tidak tahu apa yang kugelisahkan. Jadi, sepertinya random . Oh, tadi aku berniat mencoba potongan rambut baru dan dimulai dari potong poni. Setelah kutimbang-timbang, ternyata poni rata belum pernah kukenakan. Singkat cerita, aku meminta tolong Mama untuk mengguntingkannya. Dan ternyata, saudara-saudara, aku terlihat aneh karena poninya kependekan dan mengingatkanku akan sebuah boneka daruma. Ya sudahlah, que sera sera . Apapun yang terjadi terjadilah :"D Ngomong-ngomong, aku sudah mengalami banyak masalah karena rambut. Namanya juga perempuan, pasti deh insecure sama bagian-bagian tubuhnya sendiri. Termasuk juga aku. Jadi pas masa-masa puber itu, sekitar masa SMP, rambutku ngembang kayak Toad, si jamur dalam game Mario Bro