Skip to main content

insecurities: tragedi rambut

Hei,

Maaf ya akhir-akhir ini aku banyak pikiran sehingga terlalu sering menulis di blog. Entahlah, aku merasa lebih nyaman mencurahkan uneg-uneg disini dibandingkan curhat sama teman, walaupun itu pilihan yang oke juga. Namun sejujurnya, aku sendiri tidak tahu apa yang kugelisahkan. Jadi, sepertinya random.

Oh, tadi aku berniat mencoba potongan rambut baru dan dimulai dari potong poni. Setelah kutimbang-timbang, ternyata poni rata belum pernah kukenakan. Singkat cerita, aku meminta tolong Mama untuk mengguntingkannya.

Dan ternyata, saudara-saudara, aku terlihat aneh karena poninya kependekan dan mengingatkanku akan sebuah boneka daruma.


Ya sudahlah, que sera sera. Apapun yang terjadi terjadilah :"D

Ngomong-ngomong, aku sudah mengalami banyak masalah karena rambut. Namanya juga perempuan, pasti deh insecure sama bagian-bagian tubuhnya sendiri. Termasuk juga aku. Jadi pas masa-masa puber itu, sekitar masa SMP, rambutku ngembang kayak Toad, si jamur dalam game Mario Bros. Ngembang dan berbentuk aneh, membuat aku selalu gemas melihat bayanganku sendiri.

Berhubung lagi-lagi aku nggak pede (apalagi masa SMP tuh masa-masa labil dan pengen ngeceng), akhirnya aku mengikuti saran orang-orang untuk men-bonding rambut. Jadi rambut jamurku akan diluruskan dengan obat dan bahan kimia. Kalau lihat di foto orang sih, hasilnya bagus. padahal, karena model di foto itu cantik dan berbeda denganku :")

Oke, dengan nekad aku memutuskan untuk mengikuti proses pem-bonding-an ini. Rasanya pantat sampai pegal karena proses pemberian obat yang dilakukan berlapis-lapis dan berkali-kali. Saat bonding, bergerak pun harus seminim mungkin untuk hasil yang maksimal.

Akhirnya proses pem-bonding-an selesai, dan aku dengan pedenya foto selfie untuk dimasukkan ke Friendster *zaman dahulu sekali ya*. Setelah kulihat-lihat, lagi-lagi aku insecure akibat perbedaan dengan rambut-rambut indah teman-teman lainnya. :')

Setelah sekitar setahunan, rambutku kembali ngembang dan aku mencoba smoothing. Kalau kata orang sih, smoothing lebih tidak keras dari bonding. Oke deh, dengan harap-harap cemas aku mencobanya. Proses smoothing memang tidak seribet bonding, namun rambutku menjadi lurus sekali dan kinclong. Kalau laba-laba manjat juga sepertinya bisa terpeleset. Kayak jalan tol. :')


Akhirnya, rambutku mulai tumbuh normal, walaupun bagian bawah masih banyak kerusakan akibat smoothing dan bonding itu. Nah, setelah agak panjangan, aku pun nekad mau meng-highlight rambut. Mumpung masih muda, pikirku. Akhirnya aku memilih warna kuning muda dan jadilah garis-garis mencolok di kepalaku tersebut. Awalnya sih aku suka banget, tapi ternyata banyak orang yang bilang rambutku seperti lampu merah. :')


Beberapa saat setelahnya, aku mencatnya menjadi hitam sepenuhnya kembali akibat ketidak pedeanku. Berkali-kali memotong rambut untuk membuang kerusakan, akhirnya rambutku normal walaupun sedikit berbentuk jamur. Akhirnya, aku udah nggak berani bereksperimen pada rambut keseluruhan dan mau coba-coba di poni saja.

Nah, kalau buat cewek hal-hal kecil seperti ini aja menjadi vital banget. Sebetulnya kita sering mendengar untuk mencintai diri kita sendiri apa adanya, karena we are amazing just the way we are. Tapi, kok kerasanya susah banget ya untuk melaksanakannya? Kalau melihat teman-teman lainnya yang kece banget, kok kita jadi minderan banget?

Ya begitulah, insecurities memang menyebalkan namun itulah yang membantu kita untuk mengenali diri kita sendiri. Oke deh, sekian curhatku. Mana curhatmu?

Udah deh, dengerin lagunya One Direction aja yang mengatakan bahwa kita semua cantik, apapun kekurangan dan insecurities kita. *menghibur diri* :"D








:P

Comments

Popular posts from this blog

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

'Stranded' in The Netherlands

Hoi allemaal! Hoe gaat het met jou? Getting through something new or being that 'new thing' itself is never easy. How eyes look at us as something different might be hard to be unnoticed, and how people treat us differently, might as well be difficult. The Netherlands, well known as the land of the tulips, is something very far far away from my mind. I lived in Indonesia as a little toddler, all I thought was playing, sleeping, screaming, singing and dancing. Having the chance to live and study there, never ever crossed my mind before. Destiny cannot be denied. One day, my dad was asked to live there for a couple of years. First, it was very hard having a long distance father-and-daughter relationship. We went chatting through video chat, and I, as his little girl, always talked to him everything I thought of. We usually have the night prayer together through the video chat, and it was very rough that times. Years flied away; and afterwards, my dad invi...

Dear, Me (and You)

          Pernahkah kamu mengecewakan dirimu sendiri, sahabat? Perasaan benci dan ketidakberanian yang begitu mengurungmu dalam sebuah sangkar baja, tidak memberimu kebebasan sejati.  Tidak, bukan saja merampas kebebasan, tetapi mereka jugalah yang menghentikan laju langkahmu. Keduanya membuatmu berjalan di tempat, berhenti, atau bahkan lebih parahnya lagi; berjalan ke belakang.  Sebetulnya, kamu juga harus menganalisa sebab dari penyiksaan diri tersebut. Sebuah ‘ekskresi’ yang harus dikeluarkan tanpa perlu diraih kembali. Bagaikan sang pangeran katak yang menanti kecupan sang putri, pegharapan yang terlalu tinggi bisa saja mencukai hatimu. Kemungkinan sebuah harapan hanyalah dua, entah itu akan membuat pipimu bersemu, ataulah ia akan memilukan hati cantikmu.  Jadi, kita tidak perlu melakukan yang terbaik? Bukan, aku tidak berkata demikian. Kenalilah potensi dan segala pesonamu. Menurutku, tida...