Skip to main content

Kawan-kawan awan

Hai,

hari ini aku suntuk. Sangat suntuk. Banyak hal yang membuat kesal, gemas, dan capek hati hari ini. ah, ya sudahlah. Aku pun tanpa pikir panjang membeli tiga bungkus biskuit dan lima potong risoles untuk menyelamatkan hari menyebalkanku.



Saat itu, aku pulang kuliah dijemput oleh Mama, menggunakan si mobil putih yang sudah familiar sekali beberapa tahun terakhir ini. Sambil mengunyah biskuit, aku pun menyadari awan-awan yang terlihat kontras warnanya. Buru-buru kukeluarkan ponsel untuk kupakai fitur kameranya.


Ternyata, lalu lintas macet dan aku pun dengan semangatnya mengambil foto dari banyak sudut pandang. Pada suatu detik, ada pemandangan awan yang bagus sekali namun ponselku sempat nge-hang dan momen itu terlewati. Percaya atau nggak, aku sempat nangis beneran saat menyadari posisi indah tersebut tidak dapat diabadikan begitu saja.

 Maklumlah, cewek kalau lagi bete emang jadi emosian haha. Yasudah, saat si ponsel sudah benar aku pun mengambil foto yang lain.


 
Menyadari hari yang semakin larut, aku semakin memicingkan mata untuk mencari pemandangan-pemandangan yang kira-kira strategis. Berkali-kali aku menjepretnya. Entah mengapa, aku merasa tenang. Aku merasa ingin diajarkan dan diceritakan sesuatu oleh suasana ini dan emosi naik-turunnya yang bagaikan detak jantung.

 
 

Hari pun semakin gelap dan aku sudah sampai di rumah. Dengan semangat menggebu-gebu aku menuliskan pelajaran hari ini di blog. Semoga aku bias kuat menghadapi masalah-masalah, bisa belajar untuk sedikit bermental 'apa lo liat-liat?!', dan semakin menghargai hal-hal indah yang ternyata menghibur.

Oh ya, shout out untuk Mama yang rela memutar balik mobil di jalanan hanya karena aku ingin memfoto awan. Beliau betul-betul mengerti kecengengan dan kesukaan anaknya ini.

Salam dari si cengeng yang sedang belajar untuk menjadi galak.


Comments

Popular posts from this blog

Belajar banyak di konferensi Psikologi ARUPS, Bali

Halo teman-teman, Kali ini aku menggebu-gebu sekali untuk menceritakan pengalamanku di Bali. Sungguh, sampai detik ini aku masih merasa bahagia dan bangga akan acara yang telah aku ikuti pada 21-22 Februari 2018 waktu itu! Jadi, awal mulanya seperti ini... Once upon a time , pada 2016 akhir, seorang dosen di kampusku menawarkan aku dan temanku (Desta) untuk ikut berkontribusi dalam penelitian beliau. Oh ya, untuk kalian yang belum tahu, aku sedang mengambil jurusan psikologi di Universitas Tarumanagara, ya. Aku sempat takut sih, karena belum pernah mengerjakan proyek seperti ini. Waktu itu, aku betul-betul khawatir karena pengalamanku dalam penelitian betul-betul nol besar. Namun, dosenku, Pak P. Tommy Y. S. Suyasa (beliau akrab dengan panggilan Pak Tommy), berbaik hati dan bersedia membimbing dari awal, beliau pun sabar menjelaskan pada kami apabila ada hal-hal yang masih kami belum pahami. Oh ya, kami belajar banyak dari dosen kami ini; hal-hal aka...

'Stranded' in The Netherlands

Hoi allemaal! Hoe gaat het met jou? Getting through something new or being that 'new thing' itself is never easy. How eyes look at us as something different might be hard to be unnoticed, and how people treat us differently, might as well be difficult. The Netherlands, well known as the land of the tulips, is something very far far away from my mind. I lived in Indonesia as a little toddler, all I thought was playing, sleeping, screaming, singing and dancing. Having the chance to live and study there, never ever crossed my mind before. Destiny cannot be denied. One day, my dad was asked to live there for a couple of years. First, it was very hard having a long distance father-and-daughter relationship. We went chatting through video chat, and I, as his little girl, always talked to him everything I thought of. We usually have the night prayer together through the video chat, and it was very rough that times. Years flied away; and afterwards, my dad invi...

Dear, Me (and You)

          Pernahkah kamu mengecewakan dirimu sendiri, sahabat? Perasaan benci dan ketidakberanian yang begitu mengurungmu dalam sebuah sangkar baja, tidak memberimu kebebasan sejati.  Tidak, bukan saja merampas kebebasan, tetapi mereka jugalah yang menghentikan laju langkahmu. Keduanya membuatmu berjalan di tempat, berhenti, atau bahkan lebih parahnya lagi; berjalan ke belakang.  Sebetulnya, kamu juga harus menganalisa sebab dari penyiksaan diri tersebut. Sebuah ‘ekskresi’ yang harus dikeluarkan tanpa perlu diraih kembali. Bagaikan sang pangeran katak yang menanti kecupan sang putri, pegharapan yang terlalu tinggi bisa saja mencukai hatimu. Kemungkinan sebuah harapan hanyalah dua, entah itu akan membuat pipimu bersemu, ataulah ia akan memilukan hati cantikmu.  Jadi, kita tidak perlu melakukan yang terbaik? Bukan, aku tidak berkata demikian. Kenalilah potensi dan segala pesonamu. Menurutku, tida...